Ketika Sejarah Islam Dibuka Kembali: Kisah yang Tidak Pernah Diceritakan

🇮🇩 Disusun oleh Akmaluddin Said dari buku dan video Prof Fred Donner

Bayangkan sebuah gurun pada abad ke-7: matahari membakar batu, kafilah melintas perlahan, dan di antara gemuruh pasir, sebuah gerakan lahir. Bukan “Islam” sebagaimana kita mengenalnya hari ini—melainkan sesuatu yang jauh lebih cair, lebih luas, dan lebih misterius.

Inilah kisah yang jarang dikatakan: kisah yang membuat para sejarawan berhenti, menatap ulang naskah kuno, dan berkata—“Ada sesuatu yang tidak cocok.”

🔸Bab 1 — Mitos yang Kita Warisi

Jika Anda pernah mendengar kisah standar asal-usul Islam, ceritanya selalu rapi. Seorang lelaki bernama Muhammad lahir di Mekah, menerima wahyu pada usia 40 tahun, menyerukan monoteisme, hijrah ke Yatsrib, lalu wafat pada 632 M. Setelah itu, pengikutnya menaklukkan dua kekaisaran besar—Sasanian dan Bizantium—hanya dalam hitungan dekade.

Cerita ini terdengar padu, terstruktur, heroik.
Namun para sejarawan seperti Prof. Fred Donner mulai bertanya:

“Mengapa hampir semua detail itu baru ditulis dua atau tiga abad setelah peristiwa?”

Kronik, biografi (sīra), dan kitab sejarah Islam awal ternyata bukan dokumen saksi mata. Bahkan narasi yang seakan begitu solid itu berdiri di atas fondasi yang rapuh: minim bukti material dari abad ke-7.


🔸 Bab 2 — Retakan di Balik Narasi

Ketika para peneliti menelusuri sumber-sumber tertua, mereka menemukan sesuatu yang mengejutkan:
  • Banyak laporan Muslim awal saling bertentangan.
  • Sumber-sumber Kristen abad ke-7 memberikan versi berbeda, sering kali berselisih dengan narasi tradisional.
  • Dan yang paling mengejutkan: arsip dari masa Nabi hampir tidak ada.
Seolah-olah ada kabut tebal yang menutupi awal mula gerakan ini. Kita mewarisi sebuah cerita, tetapi bukan rekaman langsung sejarah.

Maka para sejarawan menggali bukti lain—yang tak bisa berbohong: koin, prasasti batu, papyrus, dan yang paling penting … Al-Qur’an itu sendiri.


🔸Bab 3 — Komunitas Misterius Bernama Kaum Beriman

Ketika Prof. Donner menganalisis teks Al-Qur’an, ia menemukan kejanggalan besar: kata “Islam” hanya muncul 8 kali. Dan saat itu belum berarti “agama” yang terpisah. Sedangkan kata “Mu’minin” (Kaum Beriman) muncul lebih dari seribu kali.

Lebih mengejutkan lagi: komunitas ini tampaknya inklusif.

Gerakan awal bukanlah agama baru, melainkan aliansi monoteistik yang mencakup:
  • orang Arab,
  • kaum hanif,
  • sebagian Yahudi,
  • sebagian Kristen yang saleh.

Al-Qur’an sendiri (mis. QS 2:62) menyatakan bahwa siapa pun yang beriman pada Satu Tuhan dan Hari Akhir dan berperilaku benar termasuk dalam komunitas keselamatan.

Seolah sebuah gerakan spiritual besar sedang bangkit—bukan sekadar lahirnya agama baru, tetapi kebangkitan lintas-iman yang menantang dunia lama.

Dan bukti material mendukung gambaran itu:
  • Koin-koin Sasanian yang direbut pasukan Arab diberi cap “bismillāh” yang biasa digunakan Kristen Arab—tanpa simbol Islam formal dan sebagian koin-koin Bizantium tetap memuat simbol salib
  • Prasasti menyebut pemimpin mereka bukan sebagai “khalifah”, tetapi Amirul Mu’minin.
  • Papyrus administrasi abad ke-7 menulis tanggal berdasarkan “perintah kaum beriman”—belum ada sistem tahun Hijrah.

Semua petunjuk ini menunjukkan satu hal:
Gerakan awal adalah komunitas Kaum Beriman (Believers’ Movement), bukan Islam dalam bentuknya yang sekarang.


🔸Bab 4 — Rebranding Besar di Akhir Abad ke-7

Di sinilah sejarah berubah drastis. Antara tahun 690–700 M, pada masa khalifah Abdul Malik dari Dinasti Umayyah, identitas Kaum Beriman dipersempit. Gerakan yang dulu terbuka mulai mengalami “penutupan pintu”.

Apa yang terjadi?

🔹4.1. Definisi Mu’min dipersempit.
Kini, seseorang baru dianggap bagian dari komunitas jika:
  • percaya satu Tuhan,
  • menerima Muhammad sebagai nabi,
  • mengikuti Al-Qur’an.
Sekutu-sekutu Yahudi dan Kristen pun secara perlahan tersingkir.

🔹4.2. Arsitektur digunakan sebagai propaganda teologis.
Dome of the Rock (692 M) bukan hanya bangunan megah—ia adalah manifesto teologis yang memproklamirkan:
  • keesaan Tuhan,
  • penolakan terhadap Trinitas,
  • Muhammad sebagai Rasul.
🔹4.3. Bahasa politik berubah.
Gelar penguasa bergeser dari “Amirul Mu’minin” ke “Khalifah”—sebuah posisi religius baru yang lebih sesuai dengan agama yang mulai terinstitusionalisasi.

Setelah transformasi besar inilah muncul apa yang kita sebut Islam sebagai agama definitif—dengan batas teologis, identitas khusus, dan institusi resmi.


🔸Bab 5 — Mencari Jejak Asli

Kini para sejarawan seperti Donner bekerja dengan fragmen papyrus yang nyaris hancur, koin-koin yang berkarat, dan prasasti yang terserak di Timur Tengah. Setiap pecahan kecil bisa mengubah keseluruhan pemahaman kita tentang abad ke-7.

Ada sejarah resmi yang diwariskan. Dan ada sejarah nyata yang perlahan muncul dari pasir gurun. Keduanya belum tentu sama.


🔸Penutup — Mengapa Kisah Ini Penting?

Karena ia mengundang kita untuk melihat awal Islam bukan sebagai cerita hitam-putih, tetapi sebagai proses sejarah yang kompleks, manusiawi, dan menakjubkan.

Kita sedang menyaksikan babak baru studi sejarah agama:
  • menyusun kembali puzzle besar asal-usul Islam dari bukti material yang selama berabad-abad tersembunyi.
  • Dan semakin kita menggali, semakin banyak misteri yang muncul.



See this video:
https://youtu.be/koVaxbWBlr4

Salam hormat,
Akmaluddin Said 

._
@gw, 09122025

Posting Komentar

0 Komentar